Konsili Nicea

Posted by Nipissi

kongres agama kristen di nicea
Konsep ketuhanan Yesus yang dirumuskan dalam Konsili Nicea, tahun 325, sudah memunculkan problem serius dan kontroversial tentang “ketuhanan Yesus”. Bagaimana menjelaskan kepada akal yang sehat, bahwa Yesus adalah “Tuhan” dan sekaligus “manusia”.
Apa yang disebut kaum Katolik sebagai “Syahadat Nicea”, secara eksplisit mengutuk pemikiran Arius, seorang imam Alexandria yang lahir tahun 280. Arius didukung sejumlah Uskup menyebarkan pemahaman bahwa Yesus bukanlah Tuhan adalah tunggal, esa, transenden, dan tak tercapai oleh manusia.
Yesus adalah “Firman Allah” yang secara metafor boleh disebut “Anak Allah” bukanlah Tuhan,tetapi makhluk, ciptaan, dan tidak kekal abadi.
“Syahadat Nicea” menyatakan: “Kami percaya pada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta segala yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Dan pada satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah, Putra Tunggal yang dikandung dari Allah, yang berasal dari hakikat Bapa, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah Benar, dilahirkan tetapi tidak diciptakan, sehakikat dengan Bapa, melalui dia segala sesuatu menjadi ada” (Lihat, C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, dan buku Konsili-konsili Gereja karya Norman P. Tanner, (Yogyakarta, Kanisius, 2003).
kredo nicea
Simaklah, bagaimana perdebatan tentang “Syahadat Kristen” yang menjadi perbincangan dan kontroversi hebat dalam sejarah Kristen. Konsili Efesus, tahun 431, melarang perubahan apa pun pada “Syahadat Nicea”, dengan ancaman kutukan Gereja (anathema). Namun, Konsili Kalsedon, tahun 451, mengubah “Syahadat Nicea”. Kutukan terhadap Arius dihapuskan. Naskah syahadat Konsili Kalsedon berasal dari konsili local di Konstantinopel tahun 381.
Sebab, naskah edisi tahun 325 dianggap sudah tidak memadai untuk berhadapan dengan situasi baru. Kalangan teolog Kristen ada yang menyebut bahwa naskah tahun 381 adalah penyempurnaan naskah tahun 325, tanpa mengorbankan disiplin teologisnya. Naskah syahadat itu di kalangan sarjana disebut “Syahadat dari Nicea dan Konstantinopel” disingkat N-C. Naskah syahadat N-C ini hingga sekarang masih menjadi naskah syahadat penting dari kebanyakan Gereja Kristiani. Namun, pada Konsili Toledo III di Spanyol tahun 589, Gereja Barat melakukan tambahan frasa “dan Putra” (Filioque), pada penggal kalimat “dan akan Roh Kudus” yang berasal dari Bapa”.
Penambahan itu dimaksudkan untuk menekankan keilahian dan kesetaraan antara Putra dengan Bapa. Paus, yang mulanya menolak penambahan itu, akhirnya menerima dan mendukungnya. Namun, Gereja Timur menolak, karena melanggar Konsili Efesus. Penambahan ini kemudian menjadi penyebab utama terjadinya “skisma”, perpecahan antara dua Gereja (Barat dan Timur) pada abad ke-11.
Konsili Vatikan II juga membuat perubahan kecil pada Syahadat N-C, dengan mengganti kata pembuka “Aku percaya” menjadi “Kami percaya”. (Norman P. Tanner, Konsili-konsili Gereja).
Perdebatan seputar Yesus bahkan pernah menyentuh aspek yang lebih jauh lagi, yakni mempertanyakan, apakah sosok Yesus itu benar-benar ada atau sekedar tokoh fiktif dan simbolik? Pendapat seperti ini pernah dikemukakan oleh Arthur Drews (1865-1935) dan seorang pengikutnya William Benjamin Smith (1850-1934). (Lihat, Howard Clark Kee, Jesus in History, (New York: Harcourt, Brace&World Inc, 1970).
Bahkan, perdebatan seputar Yesus itu kadangkala sampai menyentuh aspek moralitas Yesus sendiri dalam aspek sexual. Marthin Luther sendiri dilaporkan menyebutkan , bahwa Yesus berzina seban yak tiga kali. Arnold Lunn, dalam bukunya, The Revolda Against Reason, (London: Eyre&Spottiswoode, 1950), hal. 233, mencatat: “Weimer quoted a passage from the Table-Talk, in which Luther states that Christ committed adultary three times, first with the woman at the well, secondly with Mary Magdalene, and thirdly with the woman taken adultary, “whom he let off so lightly. Thus even Christ who was so holy had to commit adultary before he died.”
Bahkan, The Times, edisi 28 Juli 1967, mengutip ucapan Canon Hugh Montefiore, dalam konferensi tokoh-tokoh Gereja di Oxford tahun 1967: “Women were his friends, but it is men he is said to have loved. The stricking fact was that he remained unmarried, and men who did not marry usually had one of three reasons: they could not afford it; there were no girls, or they were homosexual in nature..” (Dikutip dari: Muhammad Musthafa al-A’zhami, The History of The Quranic Text, from Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testament, (Leicester: UK Islamic Academy, 2003)
Perdebatan seputar Yesus memang tidak berkesudahan. padahal, di atas landasan inilah, teologi Kristen ditegakkan. Pada awal-awal kekristenan, mereka ingin menonjolkan aspek ketuhanan Yesus.
Tetapi, teolog-teolog modern kemudian ingin menonjolkan aspek kemanusiaan Yesus, mendekati gagasan Arius yang dulu dikutuk Gereja. Menyimak perdebatan tentang Yesus yang tiada henti itu, maka teolog Kristen seperti Groenen membuat teori “pokoknya”, bahwa meskipun pemikiran kaum Kristen tentang Yesus Kristus berbeda-beda, tetapi Yesus tetap tidak berubah. Yesus tetaplah Yesus.
Argumentasi Groenen semacam ini tentu sulit dipahami oleh kalangan teolog yang sejak dahulu kala berusaha merumuskan pemahaman tentang Yesus, namun tidak pernah mencapai titik temu. Kepelikan itu bisa dipahami, mengingat Yesus sendiri tidak pernah menyatakan, bahwa dia adalah Tuhan. Paul Young, dalam bukunya, Christianity, mencatat, bahwa seluruh penulis Perjanjian Baru menekankan hakikat kemanusiaan Yesus. Ia lapar, haus, dan lelah, sebagaimana manusia lainnya. Ia juga punya emosi, bisa sedih dan senang. Tetapi, beratus tahun kemudian, Yesus dirumuskan dan disembah sebagai Tuhan.
“This Jesus, a real human being, is the focus of Christian worship. Such worship contrasts sharply with all other great world religion,” tulis Young. Tentang kepelikan seputar “misteri Yesus”, Mark Twain membuat sindiran: “It’s not the parts of the Bible which I can’t understand that bother me, it’s the parts that I can understand.” Bukan bagian Bible yang tidak dipahaminya yang meresahkannya, tetapi justru bagian yang ia pahami.
Kontroversi dalam soal teologi seperti dalam sejarah Kristen semacam itu tidak dijumpai dalam Islam. Mengingat begitu hebatnya kontroversi teologis Kristen dan trauma Barat terhadap hegemoni Gereja ketika mereka memegang doktrin eksklusivisme teologis (extra ecclesiam nulla salus), bisa dipahami jika mereka lebih menyukai pengembangan paham pluralisme agama.

Begitu juga dengan cara cara beribadah kristen yang sekarang sangat berbeda dengan umat umat terdahulu
”Maka Ia membungkuk sedikit, lalu sujud dan berdoa” (Mat.26:39)
“Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa...“ (Mrk.14:35),
“Dan jika kamu berdiri untuk berdoa...“ (Mrk.11:25)
 “Demikian kata Yesus lalu Ia menengadah ke langit dan berkata : “Bapa...“ (Yoh.17:1) “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa” (Ef.3:14),“maka tersungkurlah...di hadapana Dia...dan menyembah Dia...“ (Why.4:10). sholat itu dilakukan 7 kali dalam sehari (Mzm.119:164)

 dilakukan dengan berjamaah bersama-sama dalam satu komando imam dalam Nehemia 8:6 (8-7) Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan semua orang menyambut dengan: “Amin, amin!”, sambil mengangkat tangan. Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada TUHAN dengan muka sampai ke tanah.


ALLAh pun memberitakan hal ini bahwa dahulu BANI ISRAEL pun sholat ketika menceritakan bagaimana ALLAH mengambil janji kepada BANI ISRAEL dalam ALBAQOROH 43. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’


sholat tiga kali sehari bagi mereka yang memang tak cukup waktu, yang dikenal sebagai “Sholat Nabi Daniel”, sesuai dengan Kitab Mazmur 55:18 dan Kitab Daniel 6:11.
jalan_ibrahim: sholat harus “bersuci” lebih dulu dengan jalan membasuh telapak tangan, membasuh wajah dan kepala, membasuh tungkai kaki, serta seluruh kaki(Mazmur 26:1-12)
berdiri, menengadah ke langit, menadahkan tangan, berlutut (membungkukkan tubuh) dan sujud (merebahkan diri ke tanah)

Waktu-waktu Sembahyang itu sendiri sudah dimulai sejak zaman Nabi Musa.
Perintah Wudhu membasuh kaki dan tangan tsebelum masuk sholat terdapat pada Keluaran 30:19 Maka Harun dan anak-anaknya haruslah membasuh tangan dan kaki mereka dengan air dari dalamnya.


30:20 Apabila mereka masuk ke dalam Kemah Pertemuan, haruslah mereka membasuh tangan dan kaki dengan air, supaya mereka jangan mati


  Allah memerintahkan agar Imam Harun mempersembahkan korban binatang dan korban dupa pada “Waktu Pagi” dan “Waktu Senja” (Kel. 29:38-39, 30:7-8).

Tidak kah hal tersebut di atas membingungkan mengapa ibadah purba ini hilang di kedua agama YAHUDI dan NASRANI, dan tetap lestari di Agama yang terakhir ini...ISLAM??
 
Kondisi Islam sama sekali berbeda. Dasar-dasar teologi Islam sudah dirumuskan dan sudah sangat jelas, sejak awal Islam lahir, serta tidak pernah diputuskan melalui satu “kongres”, musyawarah, atau “konsili”. Karena itu, sejak awal kelahirannya, Islam memang sudah sempurna. Konsep teologi dan ibadah dalam Islam sudah selesai dirumuskan. Bahkan, sebagai agama, nama “Islam” pun sudah diberikan oleh Allah. (QS al-Maidah:3).
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Al Maidah 3)


Sebaliknya, agama buatan manusia dalam hal ini konsep kristen bahkan tentang tuhannya sekalipun dirumuskan melalui Kongres, dan hingga kini masih saja memunculkan kontroversi, sehingga banyak memunculkan apatisme di kalangan masyarakat Barat. (sumber: hidayatullah.com)